Anak Berbicara Orang Tua Mendengarkan dengan Hati

Mendengarkan anak bercerita banyak orang dewasa sering tidak sabar.

Google

Setelah seharian melakukan kegiatan di kantor atau di luar rumah sering orang tua cenderung lelah untuk mendengarkan cerita atau keluhan buah hati mereka. Kadang isinya bukan melulu keluhan tetapi ada kalanya hanya ingin menceritakan pengalaman baru yang ia temukan di sekolah atau mengenai kegiatannya. Bahkan sering anak bercerita untuk menarik perhatian ibu dan ayahnya atau orang dewasa.

Ketika mereka mulai bercerita, terkadang orang tua berpura-pura mendengarkan walau pun kenyataannya pikiran mereka entah ke mana-man. Jujur banyak orang tua mengakui sering melakukan hal tersebut sengaja ataupun tanpa sengaja. Setelah itu mereka menyesal ketika diminta pendapat salah memberikan masukan, karena tidak sesuai dengan topik yang dibicarakan.

Ketika usia kanak-kanan dan remaja sering mereka bercerita tentang perlakuan teman-teman sekolahnya. Suatu hari seorang anak berumur 6 tahun becerita kepada ibunya, bahwa temannya tidak mengundangnya ke pesta ulang tahun sementara beberapa yang lainnya diundang. Ketika mendengarnya ibu ini, bukan mengerti mengenai perasaan anak malah menyalahkan bahwa ia kurang bergaul di sekolah, sehingga mengakibatkan ia tidak diundang. Si kecil tentu kecewa karena di sekolah ia sudah merasa cukup berusaha ramah kepada kawan-kawannya. Bukannya perasaan simpati yang didapat malah tuduhan dan penilaian negatif yang diterima. Ibu ini tidak ingin mendengarkan cerita versi atau alasan anaknya, mengapa ia tidak diundang. Seharusnya  ibu menggali informasi, menghibur dan berusaha membantu menenangkan hati anak bukan malah segera ingin mengakhiri dengan penghakiman. Bila berlanjut dan terus seperti itu kurang didengarkan, setelah menginjak usianya terbawalah  kebiasaan ini dan anak merasa tidak perlu berbagi cerita dengan orang tuanya.

Saat remaja mereka ingin bercerita tentang teman sekolahnya, orang tua sering melakukan hal yang sama. Si remaja mulai bercerita orang tua hanya mendengarkan tanpa berusaha mengerti apa maksud dari cerita atau tidak antusias mendengarnya. Malah kadang orang dewasa menimpali sesuatu yang tidak penting, bahkan sering sisi negatifnya yang kita komentari bukan positifnya. Misalnya anak bercerita tentang temannya yang senang bergaya seperti perempuan meskipun ia adalah lelaki. Bukannya empati karena melihat kelainan tersebut malah orang dewasa turut menimpali untuk jangan bergaul dengan si aneh itu, hati-hati karena prilakunya tidak pada tempatnya. Seharusnya kita lebih menerima adanya perbedaan tersebut dan menjelaskan ke anak bahwa itu merupakan kelainan bawaan dan bukan kemauan anak tersebut untuk lahir seperti itu kemudian cari jalan ke luar bersama bagaimana menghadapi situasi teman seperti itu. Si remaja akhirnya merasa salah bercerita hal tersebut kepada orang tua, karena akan memojokan temannya serta memperoleh masukan yang negatif saja. 

Menanggapi hal tersebut sebaiknya kita lebih bersabar untuk mendengarkan dan tidak memberi komentar sebelum mendengar keseluruhan isi cerita dan dimintai pendapat. Mendengarkan bukan hanya dengan kuping tetapi juga dengan hati. Ini penting sekali karena semakin anak besar maka ia akan banyak menghadapi banyak tantangan dan masalah, sehingga membutuhkan teman untuk diajak berdiskusi. Kepada siapa mereka akan meminta pendapat. Kita berharap kepada orang yang benar antara lain orang tua yang sudah pasti tempat yang paling benar untuk curhat, mengeluarkan isi hati. Tuhan memberikan orang tua untuk menjadi pendengar pertama yang baik bagi anaknya. Jika anak tidak menemukan figur pendengar yang baik pada diri orang tua maka ia akan beralih ke orang lain. Yang berbahaya jika orang lain tersebut bukan orang yang tepat.

Be a good listener is your choice, but be a parents is a blessing.


-MamaSeru-

CONVERSATION

0 komentar:

Post a Comment