Kau di Belakang Ku (Bagian II)

FIKSI

Aku Tania Anugrah
Mas Adi Nugroho - Nama suamiku atau mantan suamiku
Dessy Camilla - Assistant ku atau istri muda suamiku
Pinkan Silvano - Sahabatku
Diana Maharani - Istri wakil suamiku di pekerjaannya sekaligus adalah kawan dekatku.
Mas Dewanto - suami dari Dian Maharani

--------------------


Aku bangun tidur, tanpa suami disisiku.

Aku bukan perempuan manja, juga bukan perempuan yang senang bermanja-manja, mungkin memang itu karakter bawaanku sejak lahir. Aku dilahirkan dalam keluarga keturunan, sehingga terbiasa bagi kami disibukkan dengan urusan sekolah atau pendidikan serta ekstra kurikuler yang tidak sedikit jumlahnya. Aku menyukai semua itu, karena aku selalu haus akan hal-hal baru.

Anak-anakku dididik sama seperti orang tuaku mendidikku, mungkin yang membedakan sekarang adalah jaman sudah berubah mereka banyak diganggu oleh media sosial, games online atau apa pun itu. Namun aku tetap membatasi waktu mereka untuk menggunkan media-media tersebut.

Lamunanku buyar saat ku dengar suara seseorang di belakangku.

"Bu, pagi ini ada jadwal dengan ibu-ibu di daerah marunda," lamunanku buyar, aku melihat ke arah jam yang ada di samping tempat tidurku. Aku bangkit berdiri,"baik, ibu mandi dulu dan bersiap-siap." terangku kepada asistan rumah tangga yang mengingatkanku tadi.

"Oh ya, Bapak jam berapa berangkat tadi, Bi?"

Bi Imah mengurungkan langkahnya keluar, setelah mendengar pertanyaanku.

"Bapak sudah dari subuh, Bu berangkat ke kantor dan tidak berpesan apa-apa tadi," ia menjelaskan sambil menunggu reaksiku.

Aku mengangguk mengerti. "Mba jangan lupa bilang Mba Dessy suruh sarapan duluan karena aku menyusul nanti," perintahku lagi.

"Mba Dessy sudah sarapan tadi Bu," jawabnya lagi.

"Ya sudah, Mba kalau begitu," aku bangkit dari pembaringan dan langsung melangkah ke kamar mandi dan bi Imah juga beranjak pergi setelah melihat aku pergi.

Bi Imah adalah orang kepercayaan kami, ia bukan sekedar pembantu tapi sudah seperti keluarga bagi kami. Ibunya juga pernah bekerja bersama kami sehingga ia tau betul bagaimana cara menempatkan diri bersama keluarga kami. Ia adalah orang kepercayaanku dalam mengurus keluarga terutama anak-anakku, sehingga kadang tidak perlu diperintah ia sudah tau apa yang harus dikerjakan. Aku beruntung memiliki orang seperti Bi Imah ini.

Kunjungan ke Marunda

Marunda adalah sebuah daerah yang ada di Tanjung Periuk Jakarta Utara. Kedatanganku bersama sahabatku disambut ramah oleh bu Ketua RT setempat.

"Selamat Pagi Bu Tania," Ibu Ketua RT menyambut kedatangan kami. Aku sebenarnya ingin menyalami mereka satu persatu, namun jumlah mereka banyak sehingga aku kadang berusaha semaksimal mungkin untuk bisa minimal menyapa mereka. Baik dengan senyuman dan lambayan tanganku.

Kulihat banyak ibu-ibu muda, tua dan sebayaku ketika pertama kali berkunjung kurang begitu bersemangat, mereka terlihat acuh atas kedatanganku apalagi jika aku menjelaskan program-programku untuk mereka dan keluarganya. Namun aku selalu berusaha meyakinkan mereka bahwa aku akan membantu memperdayakan mereka sehingga kelak bisa mendidik anak-anak mereka dengan baik juga mendidik mereka agar trampil dan bisa menghasilkan uang untuk membantu keuangan keluarga mereka.

"Ibu-ibu ingat, anak-anak jangan lupa diberi minum susu setiap hari! Susu baik untuk pertumbuhan anak-anak kita," aku selalu mengulang kalimat itu tidak pernah bosan karena aku tau anak-anak butuh gizi. Aku tidak peduli alasan apa yang sering aku dengar yaitu mahalnya susu dan anak yang tidak suka minum susu.

"Ingat ibu, jika anak sehat, siapa yang bahagia?" tanyaku kepada ibu-ibu yang hadir.

"kami, kita, keluarga," jawab ibu-ibu itu sambil berteriak dengan sekencang-kencangnya. Mereka terlihat tertawa karena menyadari bahwa suara mereka sangat keras sehingga hampir memecahkan telinga mereka sendiri. Aku tersenyum melihat itu semua, aku bahagia jika mereka mengerti maksud dari pertanyaanku itu dan menjalankannya.

Susu sendiri merupakan minuman tambahan yang paling penting utuk anak balita terutama bahkan remaja sekali pun. Sejak kecil aku sudah terbiasa membuka sarapan pagiku dengan susu demikian juga anak-anakku. Anak-anakku tumbuh pesat dan jarang sekali jatuh sakit, aku sangat bersyukur sekali dengan keadaan keluargaku sehingga aku sangat berharap keluarga lain juga merasakan hal yang sama manfaat dari minum susu.

Tiba-tiba seorang ibu menyerobot rombongan kami, ketika akan pulang meninggalkan tenda tempat kami tadi bersama ibu RT melakukan penyuluhan dan kegiatan.

"Ibu Tania, saya ingin berbicara dengan ibu. Sebentar saja," ibu itu berteriak sambil tangannya mengarah ke arahku, karena petugas terutama Dessy assistenku langsung menghalau langkah ibu itu agar tidak mendekat diriku.

Ibu tersebut tetap berteriak memanggil namaku, "Ibu Tania..tolonglah saya." Aku paling tidak bisa melihat seorang ibu-ibu bersedih, sehingga aku memberi kode kepada pengawal untuk membiarkan ibu itu mendekat kepadaku. Mungkin karena dia histris sehingga petugas langsung menahannya tadi. Setelah aku memberi kode untuk mendekat ia segera telihat lebih kalem.

"Mari mendekat, Bu." Aku melambaikan tanganku dan menepuk-nepuk pundaknya ketika ia sudah berada dekat di disampingku. Ia meraih tanganku dan meciumnya berkali-kali,"terima kasih Bu Tania, Rara sudah baik berkat bantuan ibu dan suami," jelasnya terisak-isak.

"Sama-sama Bu. Semoga Rara segera sehat dan bisa tumbuh menjadi anak yang membanggakan," aku tersenyum bangga kepadanya. Akhirnya ibu itu berlalu dengan tenang, ia terlihat puas setelah berhasil mengeluarkan kalimat ucapan terima kasih tadi.

Kadang aku merasa takjub dengan orang-orang seperti tadi, mereka itu tulus. Setelah memperoleh bantuan mereka tidak segan berusaha untuk mengucapkan terima kasih secara langsung. Padahal aku dan suamiku merasa itu memang tanggung jawab kami untuk membantu warga kami yang membutuhkan.

Suamiku sering pulang malam

Akhir-akhir ini aku jarang protes jika aku bangun tidak melihat suamiku disisiku. Dulu aku yang sering bangun lebih dahulu, namun sekarang suamiku lebih dulu karena ia bangun lebih dari jam yang biasanya aku bangun. Namun akhir-akhir ini dia memiliki kebiasaan baru yaitu pulang larut malam, sehingga jarang ikut makan malam bersama aku dan anak-anak. Dulu sesibuk apa pun ia selalu pulang sebelum jam makan malam kami, jam tujuh. Namun sekarang ia lebih banyak urusan pulang jam 10 malam ke atas bahkan pernah ketika aku tanya pada pembantu jam berapa bapak pulang mereka bilang menjelang tengah malam.

Aku senang dengan karir suamiku yang sukses namun jika dia mengabaikan tugasnya sebagai ayah aku kurang setuju. Sehingga  hari ini aku mengingatkannya ketika ia masuk ke kamarku setelah pulang. Saat itu pukul setengah sepuluh.

"Mas...baru pulang? tanyaku spontan.

"Ia Ma, tadi ada rapat dengan staff mendadak." sambil mengganti bajunya dan mengambil handuk untuk mandi. Aku biarkan suamiku mandi dulu, karena tidak ingin memberondong pertanyaan dan teguran yang akan aku sampaikan. Kulihat ia terlihat lebih segar setelah mandi.

"sudah makan, Mas?" aku bertanya sambil bersiap untuk berdiri dari tempat dimana aku tadi menunggunya untuk selesai mandi.

"Sudah, tadi di kantor mereka menyediakan makan malam," jawabnya ringan

"Mas...," aku tidak melanjutkan kalimatku kulihat ia bukannya segera naik ke tempat tidur dan berbaring, tapi malah melangkah keluar

"Mama tidur dulu saja, Papa ada kerjaan yang mesti diselesaikan di ruang kerja," ia melangkah keluar. Aku bangkit berdiri,  aku sendiri belum mengantuk meskipun seharian melakukan pertemuan yang melelahkan di luar tadi.

Kulihat asistenku Dessy belum tidur ia masih duduk di ruang tamu sambil membaca koran.

"Des, tolong  rapikan ini," perintah suamiku kepada Dessy. Wanita itu segera bangkit berdiri setelah mendengar permintaan suamiku, namun aku segera memprotes perintah suamiku itu.

"Tidak usah, Des. Kau istirahat saja."

Namun Dessy tetap bangkit berdiri dan menerima tas berisi file yang cukup banyak dari tangan suamiku.

 "Tidak apa Bu, saya belum ngantuk," jawabnya pelan kemudian melangkah ke ruang kerja suamiku.

Sebenarnya aku tidak suka dengan apa yang dilakukan suamiku, karena Dessy adalah pengawalku dan tugasnya adalah mengawal bukan untuk mengurusi pekerjaan lain di luar itu. Apalagi itu pekerjaan yang berhubungan dengan kantor suamiku. Namun aku tidak bisa protes hal ini kepada suamiku karena ia selalu berdalih Dessy senang mengerjakan itu dan ia masih muda dan ingin memiliki pengalaman banyak bagaimana cara mengurus masyarakat banyak. Jika sudah begini aku hanya menahan kekesalanku, aku tidak ingin marah dan bersitegang di depan pengawalku itu dan orang-orang dirumah, apalagi anak-anakku. Akhirnya aku tinggalkan mereka berdua, aku harus segera istirahat karena besok ada banyak kegiatan yang menungguku.

Rasanya baru subuh suamiku masuk ke kamar. Aku terbangun mendengar langkahnya.

"Mas...baru mau tidur? Ini sudah subuh," suaraku lirih karena masih setengah tertidur.

"lanjut saja, Mah tidurnya, papa juga sudah ngantuk," ia membaringkan badannya di sampingku dan langsung tertidur sementara aku masih berusaha untuk tertidur setelah bangun karena mendengar suara berisik saat ia tadi masuk.





Note. Kisah ini hanya hayalan penulis saja.....!! jangan dibawa baper ya.


CONVERSATION

0 komentar:

Post a Comment